Juni 21, 2014

Cerita Pendek (cerpen) "Tak Pakai Logika"

Tak Pakai Logika
 Karya: Devy Oktavia

R
ay dan Cika. Tak terhitung berapa lama waktu yang telah mereka habiskan berdua. Sepasang kekasih yang banyak orang iri pada mereka. Mereka selalu terlihat bahagia berdua, tak pernah terlihat saling bertengkar sekalipun. Tapi begitulah pandangan orang-orang, hanya melihat dari satu sisi. Tak pernah tahu sisi yang lainnya.
“Jadi kapan kau akan memutuskan hubungan dengan Ray itu, sayang?” Tanya seorang lelaki yang kini duduk disamping Cika.
“Tenang sayang, belum waktunya.” Jawab Cika datar.
“Dari dulu kau bilang seperti itu. Memang waktunya itu kapan? Apa susahnya memutuskan lelaki seperti itu. Atau jangan-jangan kau hanya mempermainkan aku? Lagipula aku lelah menjalani hubungan yang sembunyi-sembunyi ini. Berkomunikasi saja susah. Tempat kita berdua juga tidak enak. Masa pacaran di belakang kantor gini? Kau bilang kau sangat mencintaiku, tapi untuk meninggalkan Ray saja susah. Itu namanya bukan cinta.” Vino semakin emosi.


“Vino sayang, aku tegaskan lagi ya. Aku sangat mencintaimu dan aku akan segera meninggalkan Ray. Akan segera bukan berarti sekarang kan? Butuh proses, Vin. Tidak mudah meninggalkan seseorang yang telah menemanimu selama bertahun-tahun.” Cika berusaha meyakinkan Vino.
“Bilang saja kau masih cinta padanya.” Kata Vino semakin sinis.
“Kalau aku cinta padanya, aku sekarang tidak akan bersamamu di sini.” Kata Cika lalu memeluk Vino. Vino menghindar darinya.
“Tapi mana buktinya? Sekarang saja kau masih mempertahankan dia. Apa sih yang membuatmu sulit lepas darinya?” Amarah Vino semakin memuncak.
“Dengar ya, kami itu berpacaran bukan sehari dua hari. Sudah 7 tahun Vin! Banyak sekali kenangan indah yang telah kami lewati bersama. Kenangan itu yang sulit sekali lepas dariku. Apalagi aku sudah mengenal orang tua Ray dengan baik. Hubungan kami sudah sangat baik. Begitu pula hubungan Ray dengan orang tuaku. Tapi sungguh aku bosan dan muak dengan Ray, aku sekarang sudah sangat merasa nyaman bersamamu. Bantu aku Vin.” Jelas Cika dengan menundukkan kepalanya.
“Lihat aku Cika! Waktu pacaran yang sudah lama, kenangan-kenangan indah, dan orang tua kalian itu bukan alasan yang tepat untuk mempertahankan hubungan. Kalau kau sudah tak cinta, ya tinggalkan saja. Cinta itu tak bisa dipaksakan, Ka.” Vino mencoba menyadarkan Cika.
“Kau tidak tahu bagaimana berada di posisiku, sulit sekali Vin.” Ujar Cika yang matanya sudah mendung.
“Kalau kau tak bisa bilang pada Ray, sini aku saja yang bilang.”
Tanpa di duga, Ray datang menghampiri mereka.
“Tak perlu bilang lagi, aku sudah tahu semuanya!” Kata Ray dengan amarah yang meluap hingga mencekik leher kemeja Vino.
“Bagus kalau kau sudah tahu. Jadi aku tak perlu membuang tenagaku untuk bicara denganmu lagi.” Kata Vino sambil melepaskan tangan Ray dari leher kemejanya.
“Aku tak menyangka kau seperti ini padaku Cika. 7 tahun kita tak pernah ada masalah apa-apa. Selama itu juga kau sangat baik padaku dan masih memperlakukanku seolah-olah aku ini satu-satunya untukmu. Kau digoda oleh lelaki seperti ini saja sudah bisa. Dasar kau perempuan murahan. Aku tak mau mengenalmu lagi. Silahkan habiskan waktu kalian berdua sampai mampus. Kau perempuan murahan dan munafik memang pantas bersama lelaki berengsek ini.” Ray berbicara dengan suara yang amat keras hingga urat di lehernya menonjol. Cika pun langsung memegang erat tangan Ray.
“Maafkan aku Ray, aku tidak seperti yang kau kira. Jangan tinggalkan aku. Aku tak bisa hidup tanpamu.” Air mata Cika tak terbendung lagi.
“Sudah jelas-jelas kau seperti ini. Cuih! Aku tak sudi lagi denganmu.” Ray melepaskan genggaman Cika dan pergi meninggalkannya.
“Nah, akhirnya tinggal kita berdua bukan?” Kata Vino sambil merangkul Cika.
Bukannya senang, Cika malah mengejar Ray. Tapi telat, Ray sudah pergi naik motornya. Cika saat itu mencoba mengikhlaskan Ray dan mencoba bersama Vino. Tapi Cika tidak sebahagia ketika bersama Ray.
Cika terus berusaha mendapatkan Ray kembali. Dia selalu mengirim pesan singkat pada Ray setiap hari, tapi selalu diabaikan oleh Ray. Hingga pada suatu hari Cika mengetahui bahwa Ray sedang dekat dengan seorang perempuan. Cika mencari tahu mengenai perempuan itu, hingga sudah dapat informasinya, Cika mengganggu hidup perempuan itu dan menyuruhnya untuk tidak dekat-dekat lagi dengan Ray. Tapi sulit sekali karena Ray dan perempuan itu sangat saling menyayangi dan sulit sekali di pisahkan.
Lalu Cika memutuskan datang ke rumah Ray.
“Ray kau sudah punya pacar? Dan pacarmu seperti itu? Masih cantikan aku lah dari pada dia.” Kata Cika dengan percaya diri.
“Bukan urusanmu!” Jawab Ray ketus.
“Ray, kau tahu aku masih sangat mencintaimu. Kembalialah bersamaku Ray, aku mohon dengan sangat. Kau tak tahu betapa hancurnya hatiku tanpamu Ray.” Cika bertekuk lutut di hadapan Ray.
“Mau bagaimana pun juga, aku tidak sudi kembali lagi padamu!” Ray mendorong keras pintu rumahnya dan menguncinya.
“Ray buka Ray! Aku tak tahan lagi hidup tanpamu. Aku lebih baik mati daripada hidup begini!” Teriak Cika dari luar rumah Ray.
“Berlebihan sekali dirimu ini. Baru kehilangan satu orang saja seperti yang kehilangan orang sekampung. Lagipula norak sekali sampai mengancam bunuh diri. Silahkan saja jika mau bunuh diri, memangnya aku peduli?” Teriak Ray dari dalam rumahnya.
Beberapa saat tak ada jawaban. Hening. Tetapi tiba-tiba ada suara mobil yang sedang dalam kecepatan tinggi dan berhenti mendadak. Lalu  seperti ada suara tubuh yang terbanting.
“Cika!” Ray pun spontan membuka pintu dan berlari ke depan rumahnya.

Di jalan depan rumahnya, ada mobil sebuah mobil truk dan di depannya ada sebuah tubuh berlumuran darah tergeletak begitu saja. Tak salah lagi, itu Cika. 

0 comment:

Posting Komentar