Tak Pakai Logika
Karya: Devy Oktavia
R
|
ay dan Cika. Tak terhitung berapa lama waktu yang telah mereka habiskan
berdua. Sepasang kekasih yang banyak orang iri pada mereka. Mereka selalu
terlihat bahagia berdua, tak pernah terlihat saling bertengkar sekalipun. Tapi
begitulah pandangan orang-orang, hanya melihat dari satu sisi. Tak pernah tahu
sisi yang lainnya.
“Jadi kapan kau akan memutuskan hubungan dengan Ray
itu, sayang?” Tanya seorang lelaki yang kini duduk disamping Cika.
“Tenang sayang, belum waktunya.” Jawab Cika datar.
“Dari dulu kau bilang seperti itu. Memang waktunya itu
kapan? Apa susahnya memutuskan lelaki seperti itu. Atau jangan-jangan kau hanya
mempermainkan aku? Lagipula aku lelah menjalani hubungan yang sembunyi-sembunyi
ini. Berkomunikasi saja susah. Tempat kita berdua juga tidak enak. Masa pacaran
di belakang kantor gini? Kau bilang kau sangat mencintaiku, tapi untuk
meninggalkan Ray saja susah. Itu namanya bukan cinta.” Vino semakin emosi.
“Vino sayang, aku tegaskan lagi ya. Aku sangat
mencintaimu dan aku akan segera meninggalkan Ray. Akan segera bukan berarti
sekarang kan? Butuh proses, Vin. Tidak mudah meninggalkan seseorang yang telah
menemanimu selama bertahun-tahun.” Cika berusaha meyakinkan Vino.
“Bilang saja kau masih cinta padanya.” Kata Vino
semakin sinis.
“Kalau aku cinta padanya, aku sekarang tidak akan
bersamamu di sini.” Kata Cika lalu memeluk Vino. Vino menghindar darinya.
“Tapi mana buktinya? Sekarang saja kau masih
mempertahankan dia. Apa sih yang membuatmu sulit lepas darinya?” Amarah Vino
semakin memuncak.
“Dengar ya, kami itu berpacaran bukan sehari dua hari.
Sudah 7 tahun Vin! Banyak sekali kenangan indah yang telah kami lewati bersama.
Kenangan itu yang sulit sekali lepas dariku. Apalagi aku sudah mengenal orang
tua Ray dengan baik. Hubungan kami sudah sangat baik. Begitu pula hubungan Ray
dengan orang tuaku. Tapi sungguh aku bosan dan muak dengan Ray, aku sekarang
sudah sangat merasa nyaman bersamamu. Bantu aku Vin.” Jelas Cika dengan
menundukkan kepalanya.
“Lihat aku Cika! Waktu pacaran yang sudah lama,
kenangan-kenangan indah, dan orang tua kalian itu bukan alasan yang tepat untuk
mempertahankan hubungan. Kalau kau sudah tak cinta, ya tinggalkan saja. Cinta
itu tak bisa dipaksakan, Ka.” Vino mencoba menyadarkan Cika.
“Kau tidak tahu bagaimana berada di posisiku, sulit
sekali Vin.” Ujar Cika yang matanya sudah mendung.
“Kalau kau tak bisa bilang pada Ray, sini aku saja
yang bilang.”
Tanpa di duga, Ray datang menghampiri mereka.
“Tak perlu bilang lagi, aku sudah tahu semuanya!” Kata
Ray dengan amarah yang meluap hingga mencekik leher kemeja Vino.
“Bagus kalau kau sudah tahu. Jadi aku tak perlu
membuang tenagaku untuk bicara denganmu lagi.” Kata Vino sambil melepaskan
tangan Ray dari leher kemejanya.
“Aku tak menyangka kau seperti ini padaku Cika. 7
tahun kita tak pernah ada masalah apa-apa. Selama itu juga kau sangat baik
padaku dan masih memperlakukanku seolah-olah aku ini satu-satunya untukmu. Kau
digoda oleh lelaki seperti ini saja sudah bisa. Dasar kau perempuan murahan.
Aku tak mau mengenalmu lagi. Silahkan habiskan waktu kalian berdua sampai
mampus. Kau perempuan murahan dan munafik memang pantas bersama lelaki
berengsek ini.” Ray berbicara dengan suara yang amat keras hingga urat di
lehernya menonjol. Cika pun langsung memegang erat tangan Ray.
“Maafkan aku Ray, aku tidak seperti yang kau kira.
Jangan tinggalkan aku. Aku tak bisa hidup tanpamu.” Air mata Cika tak
terbendung lagi.
“Sudah jelas-jelas kau seperti ini. Cuih! Aku tak sudi
lagi denganmu.” Ray melepaskan genggaman Cika dan pergi meninggalkannya.
“Nah, akhirnya tinggal kita berdua bukan?” Kata Vino
sambil merangkul Cika.
Bukannya senang, Cika malah mengejar Ray. Tapi telat,
Ray sudah pergi naik motornya. Cika saat itu mencoba mengikhlaskan Ray dan
mencoba bersama Vino. Tapi Cika tidak sebahagia ketika bersama Ray.
Cika terus berusaha mendapatkan Ray kembali. Dia
selalu mengirim pesan singkat pada Ray setiap hari, tapi selalu diabaikan oleh
Ray. Hingga pada suatu hari Cika mengetahui bahwa Ray sedang dekat dengan
seorang perempuan. Cika mencari tahu mengenai perempuan itu, hingga sudah dapat
informasinya, Cika mengganggu hidup perempuan itu dan menyuruhnya untuk tidak
dekat-dekat lagi dengan Ray. Tapi sulit sekali karena Ray dan perempuan itu
sangat saling menyayangi dan sulit sekali di pisahkan.
Lalu Cika memutuskan datang ke rumah Ray.
“Ray kau sudah punya pacar? Dan pacarmu seperti itu? Masih
cantikan aku lah dari pada dia.” Kata Cika dengan percaya diri.
“Bukan urusanmu!” Jawab Ray ketus.
“Ray, kau tahu aku masih sangat mencintaimu.
Kembalialah bersamaku Ray, aku mohon dengan sangat. Kau tak tahu betapa
hancurnya hatiku tanpamu Ray.” Cika bertekuk lutut di hadapan Ray.
“Mau bagaimana pun juga, aku tidak sudi kembali lagi
padamu!” Ray mendorong keras pintu rumahnya dan menguncinya.
“Ray buka Ray! Aku tak tahan lagi hidup tanpamu. Aku
lebih baik mati daripada hidup begini!” Teriak Cika dari luar rumah Ray.
“Berlebihan sekali dirimu ini. Baru kehilangan satu
orang saja seperti yang kehilangan orang sekampung. Lagipula norak sekali
sampai mengancam bunuh diri. Silahkan saja jika mau bunuh diri, memangnya aku
peduli?” Teriak Ray dari dalam rumahnya.
Beberapa saat tak ada jawaban. Hening. Tetapi
tiba-tiba ada suara mobil yang sedang dalam kecepatan tinggi dan berhenti
mendadak. Lalu seperti ada suara tubuh
yang terbanting.
“Cika!” Ray pun spontan membuka pintu dan berlari ke
depan rumahnya.
Di jalan depan rumahnya, ada mobil sebuah mobil truk
dan di depannya ada sebuah tubuh berlumuran darah tergeletak begitu saja. Tak
salah lagi, itu Cika.
0 comment:
Posting Komentar