Februari 15, 2014

Cerpen "Kebahagiaan Sederhana dan Sesaat"

Karya: Devy Oktavia 21/09/2013

I
tu kau. Jarak di antara kita saat ini hanyalah 1 meter. Hanya beberapa langkah lagi kita akan berada pada titik yang sama. Apa yang harus aku lakukan saat sejajar denganmu? Haruskah aku menatap matamu kemudian tersenyum?  Haruskah aku membuang muka? Satu... dua.. tiga langkah kau dari utara dan aku dari selatan. Akhirnya kita berpapasan. Kau melewatiku seketika. Tanpa kata. Tanpa senyuman. Tanpa menatapku. Kau bersikap seolah tidak melihatku, padahal aku yakin kau menyadari keberadaanku. Kita berdua bagaikan dua manusia yang sama sekali tidak pernah mengenal satu sama lain. Bahkan tidak pernah menganggap ada. Padahal tadi itu jarak kita begitu dekat. Bahkan helaian baju bagian tangan sebelah kananmu menyentuh helaian baju bagian tangan sebelah kiriku. Mungkin bagimu aku hanya angin yang sesaat bersama dengan debu.
Saat kau melewatiku. Ada sesuatu yang menyengat hatiku, karena aku telah mencintaimu persis dari awal. Ini bukan sesuatu yang serius. Ini hanya sesuatu yang ku rasakan. Ini hanya sedikit sakit di hati yang ku rasakan.
Sakit ini membuatku temenung di sini. Di bawah matahari. Kini kau tidak melihatku lagi. Tidak melihat wajahku yang gelisah. Termenung mengingat kita. Mengingat kisah kita. Ya, dulu memang ada kita.
Setahun yang lalu kau berhasil memikat hatiku. Pertama kali melihatmu, aku langsung terpesona melihat senyumanmu yang indah itu. Aku berharap kau akan memberi senyuman itu pada ku suatu saat nanti. Setiap kali ku melihatmu, jantungku berdetak lebih kencang. Saat itu, aku pikir aku jatuh cinta.
Tak pernah ku sangka kau memberikan senyuman itu padaku. Kau mendekatiku. Kau benar-benar memikat hatiku. Setiap ucapan dan perbuatan yang kau lakukan padaku membuat hatiku meleleh. Hingga akhirnya kau mengungkapkan rasa cinta padaku. Kita pun menjadi satu.
Hal yang paling membahagiakan di bumi ini adalah saat kau mencintai seseorang yang lebih mencintai dirimu. Hal itu terjadi padaku. Itu terbukti dari sikapmu padaku. Padahal sebenarnya aku belum tahu sepenuhnya arti cinta.
Dulu kau selalu berusaha membuatku bahagia dengan hal-hal kecil yang dapat kau lakukan. Kau memberikan apa yang aku inginkan. Kau mengerti apa yang aku suka dan tidak aku suka. Kau selalu melindungiku. Kau menghangatkanku di saat aku merasa dingin. Kau tidak pernah marah padaku padahal aku selalu membuatmu kesal. Kau selalu meminta maaf terlebih dahulu atas semua kesalahan yang aku perbuat. Aku tahu aku egois. Kau membuatku merasa teristimewa karena ketulusan cintamu.
Aku suka caramu memandangku. Aku suka caramu meminjamkan bahumu saat aku butuh. Aku suka caramu mengelus rambutku. Aku suka caramu menyentuh pipiku dan menyubitnya dengan lembut. Itu semua adalah hal sederhana yang membuatku bahagia walau hanya sesaat.
Tiba-tiba kau memutuskan pita cinta kita. Tidak pernah terlintas dalam pikiranku kau akan melakukan itu. Saat itu tidak terasa sakit. Aku mencoba ikhlas membiarkanmu pergi, yang awalnya ku kira itu mudah. Ternyata aku salah mengira.
Sangat sulit untuk mebiarkan semua kenangan indah yang pernah kita lalui pergi begitu saja. Apalagi aku masih berharap hal itu untuk terjadi lagi. Aku ingin sekali melupakan kau. Melupakan semua yang terlah terjadi di antara kita, tapi...
Bagaimana bisa aku melupakanmu sementara kau selalu menghantui pikiranku?
Bagaimana aku tidak membutuhkanmu sementara kau lah segala yang aku inginkan?
Saat kau memutuskan hubungan kita, kau bilang kau akan selalu ada untukku. Kau berjanji akan menjadi sahabatku, namun kau tidak pernah menepati janjimu. Mungkin sebenarnya malah aku yang tidak sepakat dengan janji itu. Aku yang menghindar darimu. Aku tidak sanggup jika harus berbicara denganmu karena itu hanya akan membuatku mengingat semua kenangan indah yang pernah kita alami bersama. Aku selalu berusaha menghindar setiap kali bertemu denganmu. Bukannya aku dendam atau benci padamu. Aku hanya.... aku hanya takut. Takut rasa itu tumbuh kembali.
Hari demi hari pun berganti sejak kau meninggalkanku. Aku sungguh merindukanmu. Ah tidak... mungkin aku hanya merindukan masa-masa indah yang kita lalui bersama.
 Berbulan-bulan, kita tidak pernah saling berkomunikasi. Kita sama-sama seperti orang asing sekarang. Semudah itu kah kau melupakanku? Mungkin kau pikir aku juga telah melupakanmu karena aku tidak pernah acuh saat bertemu denganmu. Kau salah besar. Aku selalu mengingatmu. Aku hanya berpura-pura aku sudah melupakanmu agar kau tidak mengira aku masih menginginkanmu. Ku berusaha menunjukkan senyum di depanmu agar kau kira aku bisa bahagia tanpamu. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.
        Pada akhirnya aku hanya dapat menyesali semua kesempatan yang tidak pernah aku ambil. Kesempatan saat aku seharusnya membalas semua perlakuan indahmu untukku. Saat itu aku tidak membalas apa-apa. aku tidak memperlakukanmu seperti kau memperlakukanku. Bahkan, aku tidak pernah bertanya apakah kau bahagia bersamaku, yang kupikirkan hanyalah diriku sendiri.
Aku tahu kini sudah tidak ada gunanya untuk menyesal. Aku terlambat menyadari semua ini. Aku ingin sekali minta maaf padamu. Jika saja aku tidak memiliki ego yang besar dan rasa gengsi, mungkin aku akan meminta maaf padamu dan menjelaskan semua kesalahan yang aku perbuat.
Kini, semua tempat yang pernah kita injaki bersama, semua itu masih sama, tidak ada yang berubah. Hanya kita yang berubah. Perasaan ini yang berubah. Bukankah wajar bila di setiap pertemuan pasti ada perpisahan? Sekarang aku hanya dapat menerima kenyataan itu.

Kini aku berusaha sekeras mungkin untuk menghapus kau dari ingatanku. Berpura-pura seolah tidak pernah ada ‘kita’